Minggu, 06 Mei 2012

makalah wakaf


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Di Indonesia yang mayoritas juga adalah umat Islam, telah mengenal wakaf baik setelah Islam masuk maupun sebelum Islam masuk. Di tanah jawa, lembaga-lembaga wakaf telah dikenal pada masa Hindu-Buddha yaitu dengan istilah Sima dan Dharma (berupa sebagian hutan yang diberikan oleh raja kepada seseorang atau kelompok orang untuk diambil hasilnya) dan lainnya. Akan tetapi lembaga tersebut tidak persis sama dengan lembaga wakaf dalam hukum Islam. Dan peruntukannya hanya pada bidang tanah hutan saja atau berupa tanah saja. Umumnya, wakaf yang dikenal pada masa sebelum Islam atau oleh agama-agama lain diluar Islam hampir sama dengan Islam, yaitu untuk peribadatan. Sebagai contoh adalah pada masa Raja Ramses II di Mesir untuk pembangunan Kuil Abidus. Dengan kata lain lambaga wakaf telah dikenal oleh masyarakat pada peradaban yang cukup jauh dari masa sekarang. Namun tujuan utama dari wakafnya yang berbeda-beda (untuk mendapat pahala, hanya untuk masyarakat umum, dll). Sedangkan setelah masuknya Islam istilah wakaf mulai dikenal. Menurut (Abdoerraoef) wakaf adalah menyediakan suatu harta benda yang dipergunakan hasilnya untuk kemaslahatan umat. Dalam pandangan Islam, istilah pandangan umum harta tersebut adalah milik Allah, dan oleh sebab itu persembahan itu adalah abadi dan tidak dapat dicabut kembali (diambil kembali oleh sipewakaf). Selain itu, harta tersebut juga di tahan dan dikakukan dan tidak dapat dilakukan lagi pemindahan-pemindahan. Di dalam Islam, wakaf memiliki banyak sekali pengaturan. Sehingga ketika wakaf dikenal di Indonesia juga mempengaruhi pengaturan perwakafan tanah di Indonesia yang peruntukannya sebagai tempat-tempat peribadatan dan sosial yang dibuatnya peraturan-peraturan yang lebih khusus mengenai wakaf di era setelah kemerdekaan. Hal ini dapat dilihat dari UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) yang terdapat pada Pasal 49 tentang Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian wakaf?
2.      Bagaimana Prinsip – prinsip pengelolaan wakaf?
3.      Bagaimana Aplikasi dan pengelolaan wakaf tunai?
4.      Jelaskan Peraturan perwakafan dan profil pengelola wakaf serta prospek perwakafan di indonesia?

C.    Tujuan
Pemanfaatan wakaf tidak hanya sebatas untuk kegiatan-kegiatan keagamaan dan sosial belaka, namun juga hendaknya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekomoni yang bersifat makro. Selain itu, dengan dilakukannya investasi terhadap tanah wakaf. Sehingga tujuan dan manfaat diadakannya wakaf tersebut dapat terlaksana dengan baik dan benar-benar berguna bagi masyarakat umum.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Secara etimologi, wakaf berasal dari “Waqf” yang berarti “al-Habs”. Merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu. Dalam pengertian hukum Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang dapat bermanfaat dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak bertentangan dengan syari’at. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut:
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan. Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif. Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah. Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan.
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan. Itu menurut para ulama ahli fiqih.
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
            Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, bantuan kepada fakir miskin.
                                                                                           
B.     Dasar Hukum Wakaf
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah.
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Q.S al-Baqarah:267).
Artinya : "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya." (Q.S ali Imran:92).
Adapun Hadis yang menjadi dasar dari wakaf yaitu Hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika menerima tanah di Khaibar.
Bahwa sahabat Umar ra. memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra. menghadap Rasulullah saw. untuk meminta petunjuk. Umar berkata: "Hai Rasulullah saw., saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?" Rasulullah saw. bersabda: "Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya). "kemudian Umar mensedekahkan (tanahnya untuk dikelola), tidak dijual, tidak di hibahkan dan tidak di wariskan. Ibnu Umar berkata: "Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola (Nadhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta" (HR. Muslim).
Dalil Ijma' :Imam Al-Qurthuby berkata: Sesungguhnya permasalahan wakaf adalah ijma (sudah disepakati) diantara para sahabat Nabi; yang demikian karena Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Aisyah, Fathimah, Amr ibn Al-Ash, Ibnu Zubair, dan Jabir, seluruhnya mengamalkan syariat wakaf, dan wakaf-wakaf mereka, baik di Makkah maupun Madinah, sudah dikenal masyhur oleh khalayak ramai. (Lihat: Tafsir Al-Qurthuby: 6/339, Al-Mustadrah 4/200, Sunan Al-Daraquthny 4/200, Sunan Al-Baihaqy 6/160, Al-Muhalla 9/180).
C.    Perkembangan Pengelolaan Hata Wakaf di Beberapa Negara Muslim
1. Malaysia, Perkembangan wakaf di Malaysia masih cenderung sagnan. Karena wakaf memilik dua model yaitu ‘am dan khas. Cenderung lebih banyak wakaf Khas sehingga tidak berkembang
2. Mesir, Ada badan Wakaf yang didirikan oleh Negara dan sepenuhnya bertugas mmbuat perencanaan, mengelola, mendistribusikan hasil wakaf dan menyampaikan laporan kepada Masyarakat.
3. Arab Saudi, Didrikan oleh kerajaan Arab Saudi sebuah departemen wakaf. Pada Makkah dan Madinah wakaf dikelola secara khusus. Tanah wakaf disekitar madinah dan makkah didrikan hotel dan hasilnya untuk merawat aset-aset penting dan disalurkan kepada yang memerlukan.
4. Bangladesh, Menurut penelitian MA Mannan, wakaf di Bangladesh menjadi masalah karena hasil dari wakaf itu sendiri tidak cukup sebagai baiya memilihara harta wakaf. Bahkan adanyqa wakaf keluaraga semakinmempersulit status dan pengelolaan.

D.    Profil Lembaga dan Sistem Pengelolaan Wakaf di Indonesia
1. Profil Lembaga
DPU DT Jakarta
a.       Dompet Peduli Ummat adalah Sebuah Lembaga Amil Zakat yang merupakan Lembaga Nirlaba yang bergerak dibidang penghimpunan dan pendayagunaan dana Zakat, infaq dan Shodaqah.
b.      Didirikan oleh KH. Abdullah Gymnastiar pada tanggal 16 juni 1999
c.       DPU-DT menjadi LAZNAZ (Lembaga Amil Zakat Nasional) sesuai SK menteri Agama RI No. 410 tahun 2004.
2. Sistem Pengelolaan Wakaf
Karena pada dasarnya lembaga ini adalah amil zakat, maka pengelolaan wakaf juga baru ada setelah ada demand wakaf dari jamaah. Demikian terus berlanjut hinga sekarang. Laporan kegiatannya pun belum ada mengingat tanah wakaf yang terletak di bilanagn Ciputat itu baru dibangun sarana dan prasarananya. Wakaf dalam lembaga ini nantinya akan dikelola secara produktif yaitu nanti didalamnya aka nada sarana ibadah dan sarana pelatihan MQ, pendidikan formal, Balai Latiahan Kerja, gedung Serba Guna, dan Sebagian Pemanfaatan Lahan untuk perikanan.

E.     Rukun dan Syarat
Rukun wakaf ada empat, yaitu: pertama, orang yang berwakaf (al - wakif). Kedua, benda yang diwakafkan (al - mauquf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al – mauquf ‘alaihi). Keempat, lafaz atau ikrar wakaf (sighah).
1.      Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2.       Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
3.       Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.
4.       Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.

F.     Harta Benda Wakaf dan Pemanfaatannya.
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif. Harta benda wakaf terdiri dari benda tidak bergerak, dan benda bergerak.

1.      Wakaf benda tidak bergerak, yaitu
a.       Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b.      Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah.
c.       Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d.      Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Tata cara perwakafan tanah milik secara berurutan dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Perorangan atau badan hukum yang mewakafkan tanah hak miliknya diharuskan datang sendiri dihadapan PPAIW untuk melaksanakan ikrar Wakaf.
b.      Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu harus menyerahkan surat – surat (sertifikat, surat keterangan dll) kepada PPAIW.
c.       PPAIW meneliti surat dan syarat – syaratnya dalm memenuhi untuk pelepasan hak atas tanah.
d.      Dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan dengan jelas, tegas dan dalam bentuk tertulis. Apabila tidak dapat menghadap PPAIW maka dapat membuat ikrar secra tertulis dengan persetujuan dari kandepag.
e.       PPAIW segera membuat akta ikrar wakaf dan mencatat dalam daftar akta ikrar wakaf dan menyimpannya bersama aktanya dengan baik.

Ø  Sertifikasi Tanah Wakaf
Dalam praktek di Indonesia, masih sering ditemui tanah wakaf yang tidak disertifikatkan. Sertifikasi wakaf diperlukan demi tertib administrasi dan kepastian hak bila terjadi sengketa atau masalah hukum. Sertifikasi tanah wakaf dilakukan secara bersama oleh Departemen Agama dan Badan Pertanahan Nasional  (BPN). Pada tahun 2004, kedua lembaga ini mengeluarkan Surat Keputusan Bersama  Menteri Agama dan Kepala BPN No. 422 Tahun 2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf. Proses sertifikasi tanah wakaf dibebankan kepada anggaran Departemen Agama.
Ø  Ruilslag Tanah Wakaf
Nadzir wajib mengelola harta benda wakaf sesuai peruntukan. Ia dapat mengembangkan potensi wakaf asalkan tidak mengurangi tujuan dan peruntukan wakaf. Dalam praktek, acapkali terjadi permintaan untuk menukar guling (ruilslag) tanah wakaf karena alasan tertentu. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 memperbolehkan tukar guling atau penukaran harta benda wakaf dengan syarat harus ada persetujuan dari Menteri Agama
Ø  Sengketa Wakaf
Penyelesaian sengketa wakaf pada dasarnya harus ditempuh melalui musyawarah. Apabila mekanisme musyawarah tidak membuahkan hasil, sengketa dapat dilakukan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
2.      Wakaf benda bergerak
a.       Uang. Wakaf uang dilakukan oleh LKS yang ditunjuk oleh Menteri Agama. Dana wakaf berupa uang dapat diinvestasikan pada aset – aset financial dan pada asset riil.
b.      Logam mulia, yaitu logam dan batu mulia yang sifatnya memiliki manfaat jangka panjang.
c.       Surat berharga
d.      Kendaraan
e.       Hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Haki mencakup hak cipta, hak paten, merek dan desain produk industri.
f.       Hak sewa seperti wakaf bangunan dalam bentuk rumah.
Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan di indonesia keanggotaan BWI diangkat oleh Presiden Republik Indonesia sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) No.75/ M tahun 2007, yang di tetapkan di Jakarta, 13 Juli 2007 sebagai amanah Undang – Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.
G.    Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf.
1. Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syariah.
2. Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu.
3. Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana yang diperkenankan oleh Syariah.
4. Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh Wakif.
5. Wakif dapat meminta keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia tentukan.

H.    Prospek, Kendala dan Strategi Pengelolaan Wakaf
1. Prospek Wakaf
Menurut pandangan dari DT wakaf sangat menarik unutk dikembangkan dan disosialisasikan kepada masyarakt khususnya untuk wakaf yang dikelola secara produktif dan hasilnya untuk kegiatan social.
2.    Prospek Perwakafan di Indonesia
Syafi’i Antonio mengklasifikasikan tahap pengolahan wakaf di negeri ini menjadi tiga periode dalam perkembangannya, antara lain; pertama periode tradisonal. Pada periode ini wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran yang murni dimasukkan dalam kategori ibadah mahdhah. Kebanyakan benda wakaf diperuntukkan untuk pembangunan fisik, seperti masjid, mushola, pesantren, kuburan, yayasan, dan sebagainya. Sehingga keberadaan wakaf belum memberikan kontribusi social yang lebih luas karena hanya untuk kepentingan konsumtif. Selanjutnya periode semi professional, dimana pengelolaan wakaf secara umum masih sama dengan periode tradisional, namun mulai dikembangkan pola pemberdayaan wakaf secara produktif, meski belum maksimal. Pada tahap ini mulai dikembangkan pemberdayaan tanah-tanah wakaf untuk bidang pertanian, pendirian usaha kecil seperti toko ritel, koerasi, penggilingan padi, usaha bengkel, dan sebagainya yang hasilnya untuk kepentingan pengembangan di bidang pendidikan. Pola pemberdayaan wakaf seperti ini sudah dilakukan oleh Pondok Pesantren Modern As-Salam Gontor. Adapun secara khusus mengembangkan wakaf dengan kesehatan dan pendidikan dilakukan oleh Yayasan wakaf Sultan Agung, Semarang. Sementara yang memberdayakan wakaf dengan pola pengkajian dan penelitian terhadap pengembangan pemikiran Islam modern dilakukan oleh Yayasan wakaf Paramadina. Selanjutnya pada periode professional, pengelolaannya dilakukan secara professional ditandai dengan pemberdayaan potensi masyarakat secara produktif.
Prediksi klasik yang kita gunakan adalah bahwa di Indonesia berdiam lebih kurang 200 juta umat Islam. 10 % dari mereka punya potensi untuk berwakaf. Artinya ada 20 juta umat Islam diharap dapat berpartisipasi menggalang dana secara besar-besaran untuk wakaf tunai. Kalau msing-masing mereka secara merata bisa berwakaf Rp 10.000,- perbulan berwakaf, tentu lembaga wakaf mampu mengumpulkan uang sekitar Rp 200 milyard perbulan, artinya Rp 2,4 Triliun pertahun. Uang sebesar ini tentu dapat membangun komplek pertokoan muslim dengan biaya rendah dan akan memperlancar transaksi perdagangan diklangan masyarakat muslim, sekaligus ia mampu menyaingi para pedagang non muslim yang selama ini punya kekuatan dalam memegang jalur distribusi barang. Sendainya masyarakat Islam atau pemerintah mampu mewujudkan suatu lembaga yang terpercaya dan profesional dalam menangani potensi wakaf, tentulah hitung-hitungan yang dibuat mampu diraih, paling tidak sekitar 10% dari target maksimal.
Langkah pemberdayaan wakaf di Indonesia semakin mantap sejak adanya dukungan pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang No 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Selanjutnya maih terdapat pula aturan lain yang mendukung optimalisasi pelaksanaan pemberdayaan wakaf ini dengan adanya UU Otonomi daerah, Kebijakan Moneter Nasional, dan sebagainya.
3.    Kendala
DPU Dt memandang wakaf boleh dikata tidak memiliki kendala, namun tantangan selalu ada karena mereka berfikir bagaiman wakaf ini bias berkembang dan terus mengalirakn manfaat bagi ummat dan menghasilkan pahala bagi Muwakif.
Strategi dan Rencana kedepan DPU DT dalam mengelola Wakaf
a. Perbanyak sosialisasi dan promosi tentang wakaf
b. Pembuatan akuntabilitas dalam kinerja lembaga
c. Buat replikasi di Tanah wakaf tertentu yang telah ada atqau sedang dikembangkan untuk dikloning ditempat lain

I.       Peraturan Per-Undang-Undangan, Peraturan Pemerintah dan PMA tentang Wakaf.
a. UU No. 41 tahun 2004 Tentang Wakaf
b. PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. PP ini memang hanya mengatur wakaf pertanahan, karena memang dari awal perkembangan Islam di Indonesia, wakaf adalah selalu identik dengan tanah, dan tanah ini digunakan untuk kegiatan sosial keagamaan, seperti masjid, kuburan, madrasah dan lain-lain.
c. PP No.42/2006 tentang Pengelolaan Wakaf. PP ini terbit setelah didirikannya BWI.
d. Peraturan Menteri Agam No. I tahun 1978

J.      Wakaf Tunai
Di Indonesia, dalam memasuki milenium ketiga ini, berbagai elemen masyarakat mencoba mensosialisasikan wakaf tunai dengan berbagai cara. Bukan saja tahap sosialisasi ini berjalan tanpa aplikasi, malah sudah ada lembaga tertentu yang mencoba mengaplikasikannya, dan banyak juga masyarakat yang tertarik untuk ikut serta berkontribusi untuk itu.
Institusi yang menangani wakaf tunai bisa berupa institusi seperti lembaga zakat yang dikelola secara profesional oleh orang-orang yang memenuhi persyaratan, ia bisa juga dikelola oleh lembaga seperti reksa dana dengan syarat-syarat tertentu pula atau oleh suatu institusi yang ditetapkan oleh pemerintah yang bekerjasama dengan bank. Ia bisa berdiri sendiri atau ia juga menjadi bagian dari institusi keuangan lain yang bisa saling membantu untuk meningkatkan pendapatan wakaf tersebut. Agar ia dikelola secara profesional, maka yang terbaik ia mesti berdiri sendiri, jangan bercampur dengan lembaga keuangan lain seperti, zakat, atau langsung dibawah bank, asuransi dll, dan yang terbaik ia dikendalikan oleh suatu lembaga yang dibentuk oleh pemerintah dan dijalankan dengan profesional dan pemerintah bertugas hanya sebagai pengawas terhadap badan itu.
Agar kesalahan-kesalahan fatal jangan terjadi, maka mekanisme yang sesuai dengan aturan waqaf secara menyeluruh perlu ada pengaturan. Diantara beberapa alternative pengaturan misalnya uang yang dikumpul digunakan untuk membangun harta waqaf yang sudah ada. Mungkin ada sebidang tanah yang sudah diwakafkan terlebih dahulu, diatas tanah ini tentu lebih baik dibangun kelinik, sekolah, atau ruko, dan sebagainya.
Seandainya ia terletak pada posisi yang strategis, ruko bisa disewakan, sewanya dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Atau adanya klinik, masyarakat Islam bisa memberikan pengobatan yang murah kepada orang Islam yang membutuhkan, atau dengan adanya sekolah, anak-anak muslim bisa dididik dengan biaya rendah dengan kualitas prima. Atau bisa saja uang wakaf dibelikan kepada bangunan atau apa saja yang bisa melahirkan keuntungan. Dari keuntungan tersebut pengelola bisa mengeluarkan biaya pengelolaan, bisa membiayai aktivitas sosial, bisa memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan.  Harta atau uang waqaf tunai bisa juga diinvestasikan pada sektor lain yang menguntungkan seperti obligasi syariah.  Adanya jaminan bahwa uang modal dari waqaf tidak hilang merupakan prinsip utama yang mesti dipegang.
Jadi secara makro wakaf diharapkan mampu  mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Orang-orang yang perlu bantuan berupa makanan, perumahan, sarana umum seperti masjid, rumah sakit, sekolah, pasar dll, bahkan modal untuk kepentingan pribadi dapat diberikan, bukan dalam bentuk pinjaman, tapi murni sedekah di jalan Allah. Kondisi demikian akan memperingan beban ekonomi masyarakat. Kalau ia bergerak secara teratur tentu akan lahir ekonomi masyarakat dengan biaya murah.
Menurut Syafi’i Antonio, setidaknya ada tiga filosofi dasar yang harus ditekankan ketika hendak memberdayakan wakaf, pertama managemennya harus dalam bingkai ‘proyek yang terintegrasi’, kedua azas kesejahteraan nadzir, dan yang ketiga azas transparansi dan accountability dimana badan wakaf dan lembaga yang dibantunya harus melaporkan setiap tahun tentang proses pengelolaan dana kepada umat dalam bentuk audited financial report termasuk kewajaran dari masing-masing pos biaya.
Fatwa MUI Tentang Wakaf Tunai :
Keputusan Komisi Fatwa MUI tanggal 11 Mei 2002 M mengenai wakaf uang (wakaf tunai) adalah sebagai berikut:
1. Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)       
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar'i
5. Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Urgensi Wakaf Tunai
Wakaf Tunai (cash waqf ) sudah dipraktekkan sejak awal abad kedua hijriyah. Imam az Zuhri (wafat 124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al hadits memfatwakan, dianjurkan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam. Adapun caranya adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf. Adapun manfaat utama wakaf tunai adalah:
a. seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu.
b. melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian.
c. dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam.
d. umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama semakin terbatas

Sasaran Wakaf Tunai
Adapun sasaran wakaf tunai, para praktisi pengelola wakaf masih menjadikan pendapat Prof. Dr. M.A Manan, pakar ekonomi Islam dari Bangladesh ini, sebagai rujukan penting.
Pertama: kemanfaatan bagi kesejahteraan pribadi (dunia-akhirat). Renungannya, saat lahir seseorang miskin, mati pun kembali miskin dan semua berakhir kecuali tiga perkara yang salah satunya amal jariyah. Maka wakaf tunai dapat menjadi sedekah jariyah yang berperan mengantar kesejahteraan dunia-akhirat seseorang.
Kedua, kemanfaatan bagi kesejahteraan keluarga (dunia akhirat). Ini bisa menjadi wujud tanggungjawab sosial kita kepada orangtua, istri, anak-anak atau anggota keluarga yang lain.
Ketiga, pembangunan sosial. Wakaf tunai bisa membuka banyak peluang untuk membantu masyarakat. Dari profit wakaf tunai, seseorang dapat membantu memberikan bantuan yang berharga bagi pendirian atau pun operasionalisasi lembaga-lembaga pendidikan maupun masjid. Wakaf tunai dapat pula membantu terlaksananya proyek-proyek pendidikan, riset, keagamaan, kesejahteraan sosial, pengobatan dan perawatan kesehatan bagi kaum dhuafa, dan penghapusan kemiskinan. Wakaf tunai juga bisa dimanfaatkan untuk beasiswa pelajar/mahasiswa. Bisa disimpulkan, kemanfaatan wakaf tunai bersifat abadi, berbeda dengan derma temporer, wakaf tunai bisa direncanakan secara baik dan bersifat abadi sehingga banyak kelompok masyarakat dapat emnikmati hasilnya secara terus-menerus.
Keempat, membangun masyarakat sejahtera: jaminan sosial bagi si miskin dan jaminan keamanan sosial bagi si kaya. Wakaf tunai dalam tahap yang makin baik, menjadi wahana terciptanya kepedulian dan kasih sayang si kaya terhadap si miskin, sehingga tercipta hubungan harmonis dan kerjasama yang baik. Wakaf tunai bisa diandalkan menebar manfaat di bidang ekonomi dan sosial bagi masyarakat secara keseluruhan.

Pengelolaan Wakaf Tunai
Prof M.A. Mannan sebagai pakar ekonomi Islam terkemuka, melakukan terobosan baru dalam aplikasi wakaf ini. Beliau mengembangkan apa yang disebut dengan wakaf tunai dengan menggunakan mekanisme bank (Social Investment Bank Limited, Bangladesh). Wacana ini sebenarnya sudah dibahas dalam literatur Hanafi dan Maliki. Dalam dua literatur tersebut disebutkan bahwa wakaf tunai selain dapat digunakan dalam pembiayaan pembangunan sarana dalam bentuk pinjaman, juga dapat digunakan dalam bentuk pembiayaan mudharabah. Kontroversi yang mengemuka dalam mekanisme wakaf tunai ini berkisar pada sah tidaknya menggunakan dana wakaf untuk diinvestasikan, yang secara logika memiliki resiko musnah (kefitrahan usaha yaitu untung dan rugi).
Selain itu, dengan melakukan investasi berarti dana wakaf akan selamanya berbentuk uang, hal ini akan menimbulkan pertanyaan tentang nilai intrinsik uang yang pada hakikatnya tidak memiliki nilai. Berbeda dengan kasus klasik (yang dijadikan landasan dalam implementasi wakaf tunai) yang nota bene nilai uang terjaga akibat logam yang digunakan sebagai uang adalah logam mulia; emas dan perak (dinar dan dirham). Jadi, wakaf tunai dengan sistem mata uang yang ada saat ini, implementasinya memiliki resiko nilai uang tereduksi akibat inflasi, disamping resiko pelanggaran kaidah syariat ketika mekanismenya melalui investasi.
Secara logika wakaf tunai dengan memutarkan dana wakaf pada aktivitas investasi, sebenarnya aktivitas penggunaan harta wakaf terletak pada aktivitas investasi bukan pada aktivitas pengambilan manfaat dari returns (bagi hasil) investasi tersebut. Hal ini merujuk dari pengertian harta dalam fikih muamalah, yang membagi harta menjadi harta umum (yang tak dapat dimiliki secara perorangan) atau malul ashl dan harta hasil dari harta ashl (yang dapat dimiliki secara perorangan) atau malul tsamarah. Dalam konteks wakaf yang diinvestasikan, harta wakaf termasuk harta ashl sedangkan returns-nya merupakan harta tsamarah.
Dengan demikian mekanisme wakaf hakikatnya ada pada aktifitas investasi tadi yang menggunakan harta ashl. Jadi, kalaupun disepakati mekanisme wakaf tunai jenis ini, sepatutnya pemegang amanah harta wakaf memfokuskan pada usaha-usaha investasi harta wakaf yang memberikan manfaat besar kepada umat. Pengelolaan wakaf menggunakan institusi bank menerapkan semacam deposito berjangka (temporer wakaf deposits) dalam pengelolaan wakaf tunai. Yang pertama deposito wakaf temporer yang berbasis pinjaman, dimana uang yang disimpan oleh nasabah di bank diikhlaskan dengan niat wakaf untuk diambil manfaatnya oleh pengguna dalam membiayai program-program pembangunan sarana umum (awqaf properties), tanpa ada biaya tambahan kecuali biaya administrasi yang diperbolehkan syariat. Yang kedua deposito wakaf temporer yang berbasis investasi, ia mengkhususkan penggunaan depositonya hanya untuk investasi sarana umum, dimana keuntungannya adalah juga menjadi hak wakif. Keduanya tetap mensyaratkan penggunaan dana wakaf tersebut harus pada proyek untuk kepentingan umum, seperti proyek bangunan sekolah, jalan, jembatan, pasar dan fasilitas umumlainnya. Jadi bukan proyek-proyek komersil, seperti pembiayaan sebuah perusahaan, kredit perorangan dan lain sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan jenis-jenis wakaf tunai yang dapat dilakukan:
1. Wakaf Tunai dengan tujuan membeli awqaf properties.
2. Wakaf Tunai dalam bentuk Pinjaman (Temporary Wakaf Deposits in Loan Basis).
3. Wakaf Tunai dalam bentuk Investasi (Temporary Wakaf Deposits in Investment Basis).
Jadi untuk sementara ini pada isu wakaf tunai, institusi wakaf dapat mengelola wakaf tunai definitive (jelas niat dan tujuan penyalurannya) dan wakaf tunai mutlak. Dengan demikian sebenarnya terdapat potensi atas alasan syar’i wakaf barang untuk dikelola seperti mengelola wakaf tunai yang mutlak. Misalkan atas alasan biaya pemeliharaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan keuntungan yang didapat, sebuah gedung wakaf dapat disewakan yang hasilnya dipergunakan sesuai dengan tujuan akad wakaf (meskipun hal ini birokrasinya haruslah ketat, misalnya harus melalui persetujuan mahkamah). Namun sepatutnya inovasi-inovasi dalam pemecahan masalah implementasi instrumen Islam dilakukan kajian dan kesepakatan para fuqaha/ulama yang memiliki kredibilitas.

Contoh Fakta Pemberdayaan Wakaf Tunai
Fakta pun telah menunjukkan bahwa banyak lembaga yang bisa bertahan dengan memanfaatkan dana wakaf, dan bahkan memberikan kontribusi yang signifikan. Sebagai contoh adalah Universitas Al Azhar Mesir, PP Modern Gontor, Islamic Relief (sebuah organisasi pengelola dana wakaf tunai yang berpusat di Inggris), dan sebagainya. Islamic Relief mampu mengumpulkan wakaf tunai setiap tahun tidak kurang dari 30 juta poundsterling, atau hampir Rp 600 miliar, dengan menerbitkan sertifikat wakaf tunai senilai 890 poundsterling per lembar. Dana wakaf tunai tersebut kemudian dikelola secara amanah dan profesional, dan disalurkan kepada lebih dari 5 juta orang yang berada di 25 negara. Bahkan di Bosnia, wakaf tunai yang disalurkan Islamic Relief mampu menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 7.000 orang melalui program Income Generation Waqf. Tanggal 29 Juli 2004, Dompet Dhuafa Republika (DD) meresmikan sekolah SMART Ekselensia di Parung Bogor. Ada beberapa hal menarik dari SMART yang menggabungkan SLTP dan SLTA dalam 5 tahun ini. Pertama, siswanya yang miskin, dipilih dari 18 provinsi. Kedua, pendidikan dilangsungkan dengan cuma-cuma. Ketiga, lokasi sekolah merupakan eks-sekolah Madania Parung. Aset sekolah ini dibeli DD seharga Rp 6,8 miliar dengan dana wakaf. Keempat, guru-guru direkrut profesional. Kelima, konsep dan sistem pendidikan dirancang sama baiknya dengan sekolah unggulan lain. Keenam, DD tetap konsisten pada posisinya sebagai pengelola.
Tanggal 19 Juli 2004, lahir pula Azhari Islamic School (AIS). Hal paling menarik dari sekolah SD AIS ini adalah niat pendiri yang hanya jadi pengelola. Sebagai komitmen awal, beberapa pendiri telah mengalokasikan wakaf tunai sekian ratus juta rupiah. Mereka tidak ingin mengambil keuntungan apapun. Berarti para pendiri AIS memposisikan diri sebagai pengelola bukan pemilik. Ada dua contoh pemanfaatan wakaf uang untuk mendukung wakaf alternatif. Pertama, Tabung Wakaf yang dirintis oleh Dompet Dhu'afa, Jakarta. Tabung Wakaf menghimpun uang dari masyarakat sebagai wakaf. Peruntukkannya sejauh ini diberikan untuk membiayai pembangunan dan operasional pelayanan di dua sektor: tradisional dan alternatif. Tradisional berupa sekolah untuk anak-anak tak mampu (wakaf pelayanan dalam pengertian sebenarnya, bukan bisnis berkedok wakaf). Sektor alternatif berupa Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC). Hasil wakaf uang digunakan untuk membiayai kesinambungan pengobatan sekelompok masyarakat miskin secara cuma-cuma. Nama-nama para wakif yang mendanai fasilitas LKC diabadikan di prasasti yang menempel di tembok depan LKC. Contoh kedua, Gerakan Wakaf Pohon (GWP) yang berpusat di Bandung. Sebagai wakaf alternatif GWP memiliki dua tujuan sekaligus: pemberdayaan ekonomi komunitas petani dan pemeliharaan lingkungan hidup. Tujuan pertama dilakukan melalui penanaman pohon jarak yang dapat menghasilkan sumber energi biologis (bio-diesel). Kedua, melalui penanaman pohon-pohon penghijau di tepi-tepi jalanan kota.
Salah satu tindakan riil operasional wakaf tunai adalah sertifikat wakaf tunai yang dipelopori oleh M.A Manan dengan Social Investment Bank. Ltd (SIBL)−nya. Operasionalisasi Sertifikat Wakaf Tunai sebagaimana yang diterapkan oleh SIBL adalah sebagai berikut:
1) Wakaf Tunai harus diterima sebagai sumbangan sesuai dengan shari'ah. Bank harus mengelola Wakaf tersebut atas nama Wakif.
2) Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu dan rekeningnya harus terbuka dengan nama yang ditentukan oleh Wakif.
3) Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan−tujuan yang diinginkan asal tidak bertentangan dengan shari'ah.
4) Wakaf Tunai selalu menerima pendapatan dengan tingkat (rate) tertinggi yang ditawarkan oleh bank dari waktu kewaktu.
5) Kuantitas wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan−tujuan yang telah ditentukan oleh wakif. Bagian keuntungan yang tidak dibelanjakan akan secara otomatis ditambahkan pada wakaf dan profil yang diperoleh akan bertambah terus.
6) Wakif dapat meminta bank mempergunakan keseluruan profil untuk tujuan−tujuan yang telah ia tentukan.
7) Wakif dapat memberikan wakaf tunai untuk sekali saja, atau ia dapat juga menyatakan akan memberikan sejumlah wakaf dengan cara melakukan deposit pertama kalinya dengan jumlah tertentu. Deposit−deposit berikutnya juga dapat dilakukan dengan jumlah setoran pertama atau kelipatannya.
8) Wakif dapat juga meminta kepada bank untuk merealisasikan wakaf tunai pada jumlah tertentu untuk dipindahkan dari rekening wakif pada SIBL.
9) Atas setiap setoran wakaf tunai harus diberikan tanda terima dan setelah jumlah wakaf tersebut mencapai jumlah yang ditentukan, barulah diterbitkan sertifikat.
10) Prinsip dan dasar−dasar peraturan shari'ah wakaf tunai dapat ditinjau kaembali dan dapat berubah.








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
            Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf adalah Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syariah, Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu, Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana yang diperkenankan oleh Syariah, Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh Wakif, dan Wakif dapat meminta keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia tentukan.
Di Indonesia, dalam memasuki milenium ketiga ini, berbagai elemen masyarakat mencoba mensosialisasikan wakaf tunai dengan berbagai cara. Bukan saja tahap sosialisasi ini berjalan tanpa aplikasi, malah sudah ada lembaga tertentu yang mencoba mengaplikasikannya, dan banyak juga masyarakat yang tertarik untuk ikut serta berkontribusi untuk itu.
            Menurut pandangan dari DT wakaf sangat menarik unutk dikembangkan dan disosialisasikan kepada masyarakt khususnya untuk wakaf yang dikelola secara produktif dan hasilnya untuk kegiatan social.
            DPU Dt memandang wakaf boleh dikata tidak memiliki kendala, namun tantangan selalu ada karena mereka berfikir bagaiman wakaf ini bias berkembang dan terus mengalirakn manfaat bagi ummat dan menghasilkan pahala bagi Muwakif.
Strategi dan Rencana kedepan DPU DT dalam mengelola Wakaf
a. Perbanyak sosialisasi dan promosi tentang wakaf
b. Pembuatan akuntabilitas dalam kinerja lembaga
c. Buat replikasi di Tanah wakaf tertentu yang telah ada atqau sedang dikembangkan untuk dikloning ditempat lain

B.     Saran dan Kritik
Dengan kerendahan hati, penulis merasa makalah ini sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan,. Saran dan kritik yang konstruktif sangat diperlukan demi kesempurnaan makalah sehingga akan lebih bermanfaat dalam kontribusinya bagi keilmuan. Wallahu’alam.






9 komentar: