BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Di
Indonesia yang mayoritas juga adalah umat Islam, telah mengenal wakaf baik
setelah Islam masuk maupun sebelum Islam masuk. Di tanah jawa, lembaga-lembaga
wakaf telah dikenal pada masa Hindu-Buddha yaitu dengan istilah Sima dan Dharma
(berupa sebagian hutan yang diberikan oleh raja kepada seseorang atau kelompok
orang untuk diambil hasilnya) dan lainnya. Akan tetapi lembaga tersebut tidak
persis sama dengan lembaga wakaf dalam hukum Islam. Dan peruntukannya hanya
pada bidang tanah hutan saja atau berupa tanah saja. Umumnya, wakaf yang
dikenal pada masa sebelum Islam atau oleh agama-agama lain diluar Islam hampir
sama dengan Islam, yaitu untuk peribadatan. Sebagai contoh adalah pada masa
Raja Ramses II di Mesir untuk pembangunan Kuil Abidus. Dengan kata lain lambaga
wakaf telah dikenal oleh masyarakat pada peradaban yang cukup jauh dari masa
sekarang. Namun tujuan utama dari wakafnya yang berbeda-beda (untuk mendapat
pahala, hanya untuk masyarakat umum, dll). Sedangkan setelah masuknya Islam
istilah wakaf mulai dikenal. Menurut (Abdoerraoef) wakaf adalah menyediakan
suatu harta benda yang dipergunakan hasilnya untuk kemaslahatan umat. Dalam
pandangan Islam, istilah pandangan umum harta tersebut adalah milik Allah, dan
oleh sebab itu persembahan itu adalah abadi dan tidak dapat dicabut kembali
(diambil kembali oleh sipewakaf). Selain itu, harta tersebut juga di tahan dan dikakukan
dan tidak dapat dilakukan lagi pemindahan-pemindahan. Di dalam Islam, wakaf
memiliki banyak sekali pengaturan. Sehingga ketika wakaf dikenal di Indonesia
juga mempengaruhi pengaturan perwakafan tanah di Indonesia yang peruntukannya
sebagai tempat-tempat peribadatan dan sosial yang dibuatnya peraturan-peraturan
yang lebih khusus mengenai wakaf di era setelah kemerdekaan. Hal ini dapat
dilihat dari UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) yang terdapat pada Pasal 49 tentang
Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
Pengertian wakaf?
2. Bagaimana
Prinsip – prinsip pengelolaan wakaf?
3. Bagaimana
Aplikasi dan pengelolaan wakaf tunai?
4. Jelaskan
Peraturan perwakafan dan profil pengelola wakaf serta prospek perwakafan di
indonesia?
C.
Tujuan
Pemanfaatan
wakaf tidak hanya sebatas untuk kegiatan-kegiatan keagamaan dan sosial belaka,
namun juga hendaknya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekomoni yang
bersifat makro. Selain itu, dengan dilakukannya investasi terhadap tanah wakaf.
Sehingga tujuan dan manfaat diadakannya wakaf tersebut dapat terlaksana dengan
baik dan benar-benar berguna bagi masyarakat umum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Secara
etimologi, wakaf berasal dari “Waqf” yang berarti “al-Habs”. Merupakan kata
yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan,
berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti
tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu.
Dalam pengertian hukum Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang
dapat bermanfaat dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada
perorangan atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan
yang tidak bertentangan dengan syari’at. Definisi wakaf menurut ahli fiqh
adalah sebagai berikut:
Pertama,
Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif
dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan
untuk tujuan kebajikan. Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan
harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri.
Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala
perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset
hartanya.
Kedua,
Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang
dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang
yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai
dengan keinginan Wakif. Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian
wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.
Ketiga,
Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat
serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan
yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh
syariah. Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal
materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau
musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan.
Keempat,
Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal
harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan. Itu menurut para ulama
ahli fiqih.
Dalam
Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif
untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah.
Wakaf berfungsi untuk mewujudkan
potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan
untuk memajukan kesejahteraan umum. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat,
bantuan kepada fakir miskin.
B.
Dasar Hukum Wakaf
Secara umum
tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh
karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama
dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran
yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah.
Artinya
: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji." (Q.S al-Baqarah:267).
Artinya
: "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu
nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya."
(Q.S ali Imran:92).
Adapun Hadis
yang menjadi dasar dari wakaf yaitu Hadis yang menceritakan tentang kisah Umar
bin al-Khaththab ketika menerima tanah di Khaibar.
Bahwa
sahabat Umar ra. memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra.
menghadap Rasulullah saw. untuk meminta petunjuk. Umar berkata: "Hai
Rasulullah saw., saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum
mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan
kepadaku?" Rasulullah saw. bersabda: "Bila engkau suka, kau tahan
(pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya). "kemudian Umar
mensedekahkan (tanahnya untuk dikelola), tidak dijual, tidak di hibahkan dan
tidak di wariskan. Ibnu Umar berkata: "Umar menyedekahkannya (hasil
pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya,
sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola
(Nadhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau
memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta"
(HR. Muslim).
Dalil
Ijma' :Imam Al-Qurthuby berkata:
Sesungguhnya permasalahan wakaf adalah ijma (sudah disepakati) diantara para
sahabat Nabi; yang demikian karena Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Aisyah,
Fathimah, Amr ibn Al-Ash, Ibnu Zubair, dan Jabir, seluruhnya mengamalkan
syariat wakaf, dan wakaf-wakaf mereka, baik di Makkah maupun Madinah, sudah
dikenal masyhur oleh khalayak ramai. (Lihat: Tafsir Al-Qurthuby: 6/339,
Al-Mustadrah 4/200, Sunan Al-Daraquthny 4/200, Sunan Al-Baihaqy 6/160, Al-Muhalla
9/180).
C.
Perkembangan
Pengelolaan Hata Wakaf di Beberapa Negara Muslim
1.
Malaysia, Perkembangan wakaf di Malaysia masih cenderung sagnan. Karena wakaf
memilik dua model yaitu ‘am dan khas. Cenderung lebih banyak wakaf Khas
sehingga tidak berkembang
2.
Mesir, Ada badan Wakaf yang didirikan oleh Negara dan sepenuhnya bertugas
mmbuat perencanaan, mengelola, mendistribusikan hasil wakaf dan menyampaikan
laporan kepada Masyarakat.
3.
Arab Saudi, Didrikan oleh kerajaan Arab Saudi sebuah departemen wakaf. Pada
Makkah dan Madinah wakaf dikelola secara khusus. Tanah wakaf disekitar madinah
dan makkah didrikan hotel dan hasilnya untuk merawat aset-aset penting dan disalurkan
kepada yang memerlukan.
4.
Bangladesh, Menurut penelitian MA Mannan, wakaf di Bangladesh menjadi masalah
karena hasil dari wakaf itu sendiri tidak cukup sebagai baiya memilihara harta
wakaf. Bahkan adanyqa wakaf keluaraga semakinmempersulit status dan
pengelolaan.
D.
Profil
Lembaga dan Sistem Pengelolaan Wakaf di Indonesia
1.
Profil Lembaga
DPU
DT Jakarta
a. Dompet
Peduli Ummat adalah Sebuah Lembaga Amil Zakat yang merupakan Lembaga Nirlaba
yang bergerak dibidang penghimpunan dan pendayagunaan dana Zakat, infaq dan
Shodaqah.
b. Didirikan
oleh KH. Abdullah Gymnastiar pada tanggal 16 juni 1999
c. DPU-DT
menjadi LAZNAZ (Lembaga Amil Zakat Nasional) sesuai SK menteri Agama RI No. 410
tahun 2004.
2. Sistem
Pengelolaan Wakaf
Karena
pada dasarnya lembaga ini adalah amil zakat, maka pengelolaan wakaf juga baru
ada setelah ada demand wakaf dari jamaah. Demikian terus berlanjut hinga
sekarang. Laporan kegiatannya pun belum ada mengingat tanah wakaf yang terletak
di bilanagn Ciputat itu baru dibangun sarana dan prasarananya. Wakaf dalam
lembaga ini nantinya akan dikelola secara produktif yaitu nanti didalamnya aka nada
sarana ibadah dan sarana pelatihan MQ, pendidikan formal, Balai Latiahan Kerja,
gedung Serba Guna, dan Sebagian Pemanfaatan Lahan untuk perikanan.
E.
Rukun
dan Syarat
Rukun
wakaf ada empat, yaitu: pertama, orang yang berwakaf (al - wakif). Kedua, benda
yang diwakafkan (al - mauquf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al –
mauquf ‘alaihi). Keempat, lafaz atau ikrar wakaf (sighah).
1. Syarat-syarat
orang yang berwakaf (al-waqif)Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama orang
yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka
untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah
orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang
sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang
mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang
sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2. Syarat-syarat harta yang diwakafkan
(al-mauquf)Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali
apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama
barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang
diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak
diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah.
Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf
(wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada
harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat
wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini
ada dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira
mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima
wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu
dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf
itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk
orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima
wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh
untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir
zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh,
hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang
berkaitan dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf
itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat
mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan
Islam saja.
4. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi
ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah
mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau
ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan
segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu.
Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh
syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka
penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat
lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan
penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia
dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.
F.
Harta
Benda Wakaf dan Pemanfaatannya.
Harta
benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan manfaat jangka
panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh
wakif. Harta benda wakaf terdiri dari benda tidak bergerak, dan benda bergerak.
1. Wakaf
benda tidak bergerak, yaitu
a. Hak
atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku,
baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b. Bangunan
atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah.
c. Tanaman
dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d. Hak
milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan yang berlaku.
Tata
cara perwakafan tanah milik secara berurutan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Perorangan
atau badan hukum yang mewakafkan tanah hak miliknya diharuskan datang sendiri
dihadapan PPAIW untuk melaksanakan ikrar Wakaf.
b. Calon
wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu harus menyerahkan surat –
surat (sertifikat, surat keterangan dll) kepada PPAIW.
c. PPAIW
meneliti surat dan syarat – syaratnya dalm memenuhi untuk pelepasan hak atas
tanah.
d. Dihadapan
PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan dengan jelas, tegas dan dalam
bentuk tertulis. Apabila tidak dapat menghadap PPAIW maka dapat membuat ikrar
secra tertulis dengan persetujuan dari kandepag.
e. PPAIW
segera membuat akta ikrar wakaf dan mencatat dalam daftar akta ikrar wakaf dan
menyimpannya bersama aktanya dengan baik.
Ø Sertifikasi
Tanah Wakaf
Dalam praktek di Indonesia, masih sering ditemui
tanah wakaf yang tidak disertifikatkan. Sertifikasi wakaf diperlukan demi
tertib administrasi dan kepastian hak bila terjadi sengketa atau masalah hukum.
Sertifikasi tanah wakaf dilakukan secara bersama oleh Departemen Agama dan
Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pada tahun 2004, kedua lembaga ini
mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Kepala BPN No. 422
Tahun 2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf. Proses sertifikasi tanah wakaf
dibebankan kepada anggaran Departemen Agama.
Ø Ruilslag
Tanah Wakaf
Nadzir wajib mengelola harta benda wakaf sesuai
peruntukan. Ia dapat mengembangkan potensi wakaf asalkan tidak mengurangi
tujuan dan peruntukan wakaf. Dalam praktek, acapkali terjadi permintaan untuk
menukar guling (ruilslag) tanah wakaf karena alasan tertentu. Peraturan
Pemerintah No. 42 Tahun 2006 memperbolehkan tukar guling atau penukaran harta
benda wakaf dengan syarat harus ada persetujuan dari Menteri Agama
Ø Sengketa Wakaf
Penyelesaian sengketa wakaf pada dasarnya harus ditempuh melalui
musyawarah. Apabila mekanisme musyawarah tidak membuahkan hasil, sengketa dapat
dilakukan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
2. Wakaf
benda bergerak
a. Uang.
Wakaf uang dilakukan oleh LKS yang ditunjuk oleh Menteri Agama. Dana wakaf
berupa uang dapat diinvestasikan pada aset – aset financial dan pada asset
riil.
b. Logam
mulia, yaitu logam dan batu mulia yang sifatnya memiliki manfaat jangka
panjang.
c. Surat
berharga
d. Kendaraan
e. Hak
atas kekayaan intelektual (HAKI). Haki mencakup hak cipta, hak paten, merek dan
desain produk industri.
f. Hak
sewa seperti wakaf bangunan dalam bentuk rumah.
Dalam
rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan di indonesia keanggotaan BWI
diangkat oleh Presiden Republik Indonesia sesuai dengan Keputusan Presiden
(Kepres) No.75/ M tahun 2007, yang di tetapkan di Jakarta, 13 Juli 2007 sebagai
amanah Undang – Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.
G.
Prinsip-prinsip
Pengelolaan Wakaf.
1.
Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status
wakaf sesuai dengan syariah.
2.
Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu.
3.
Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana yang diperkenankan
oleh Syariah.
4.
Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan
dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh Wakif.
5. Wakif dapat meminta keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia tentukan.
5. Wakif dapat meminta keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia tentukan.
H.
Prospek,
Kendala dan Strategi Pengelolaan Wakaf
1.
Prospek Wakaf
Menurut
pandangan dari DT wakaf sangat menarik unutk dikembangkan dan disosialisasikan
kepada masyarakt khususnya untuk wakaf yang dikelola secara produktif dan hasilnya
untuk kegiatan social.
2. Prospek
Perwakafan di Indonesia
Syafi’i Antonio
mengklasifikasikan tahap pengolahan wakaf di negeri ini menjadi tiga periode
dalam perkembangannya, antara lain; pertama periode tradisonal. Pada periode
ini wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran yang murni dimasukkan dalam kategori
ibadah mahdhah. Kebanyakan benda wakaf diperuntukkan untuk pembangunan fisik,
seperti masjid, mushola, pesantren, kuburan, yayasan, dan sebagainya. Sehingga
keberadaan wakaf belum memberikan kontribusi social yang lebih luas karena
hanya untuk kepentingan konsumtif. Selanjutnya periode semi professional,
dimana pengelolaan wakaf secara umum masih sama dengan periode tradisional,
namun mulai dikembangkan pola pemberdayaan wakaf secara produktif, meski belum
maksimal. Pada tahap ini mulai dikembangkan pemberdayaan tanah-tanah wakaf
untuk bidang pertanian, pendirian usaha kecil seperti toko ritel, koerasi,
penggilingan padi, usaha bengkel, dan sebagainya yang hasilnya untuk
kepentingan pengembangan di bidang pendidikan. Pola pemberdayaan wakaf seperti
ini sudah dilakukan oleh Pondok Pesantren Modern As-Salam Gontor. Adapun secara
khusus mengembangkan wakaf dengan kesehatan dan pendidikan dilakukan oleh
Yayasan wakaf Sultan Agung, Semarang. Sementara yang memberdayakan wakaf dengan
pola pengkajian dan penelitian terhadap pengembangan pemikiran Islam modern
dilakukan oleh Yayasan wakaf Paramadina. Selanjutnya pada periode professional,
pengelolaannya dilakukan secara professional ditandai dengan pemberdayaan
potensi masyarakat secara produktif.
Prediksi
klasik yang kita gunakan adalah bahwa di Indonesia berdiam lebih kurang 200
juta umat Islam. 10 % dari mereka punya potensi untuk berwakaf. Artinya ada 20
juta umat Islam diharap dapat berpartisipasi menggalang dana secara
besar-besaran untuk wakaf tunai. Kalau msing-masing mereka secara merata bisa
berwakaf Rp 10.000,- perbulan berwakaf, tentu lembaga wakaf mampu mengumpulkan
uang sekitar Rp 200 milyard perbulan, artinya Rp 2,4 Triliun pertahun. Uang
sebesar ini tentu dapat membangun komplek pertokoan muslim dengan biaya rendah
dan akan memperlancar transaksi perdagangan diklangan masyarakat muslim,
sekaligus ia mampu menyaingi para pedagang non muslim yang selama ini punya
kekuatan dalam memegang jalur distribusi barang. Sendainya
masyarakat Islam atau pemerintah mampu mewujudkan suatu lembaga yang terpercaya
dan profesional dalam menangani potensi wakaf, tentulah hitung-hitungan yang
dibuat mampu diraih, paling tidak sekitar 10% dari target maksimal.
Langkah
pemberdayaan wakaf di Indonesia semakin mantap sejak adanya dukungan pemerintah
dengan dikeluarkannya Undang-Undang No 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Selanjutnya
maih terdapat pula aturan lain yang mendukung optimalisasi pelaksanaan
pemberdayaan wakaf ini dengan adanya UU Otonomi daerah, Kebijakan Moneter
Nasional, dan sebagainya.
3. Kendala
DPU
Dt memandang wakaf boleh dikata tidak memiliki kendala, namun tantangan selalu
ada karena mereka berfikir bagaiman wakaf ini bias berkembang dan terus
mengalirakn manfaat bagi ummat dan menghasilkan pahala bagi Muwakif.
Strategi dan Rencana kedepan DPU DT dalam mengelola Wakaf
Strategi dan Rencana kedepan DPU DT dalam mengelola Wakaf
a.
Perbanyak sosialisasi dan promosi tentang wakaf
b.
Pembuatan akuntabilitas dalam kinerja lembaga
c.
Buat replikasi di Tanah wakaf tertentu yang telah ada atqau sedang dikembangkan
untuk dikloning ditempat lain
I.
Peraturan
Per-Undang-Undangan, Peraturan Pemerintah dan PMA tentang Wakaf.
a. UU No. 41 tahun 2004 Tentang
Wakaf
b. PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik. PP ini memang hanya mengatur wakaf pertanahan, karena memang
dari awal perkembangan Islam di Indonesia, wakaf adalah selalu identik dengan
tanah, dan tanah ini digunakan untuk kegiatan sosial keagamaan, seperti masjid,
kuburan, madrasah dan lain-lain.
c. PP No.42/2006 tentang Pengelolaan Wakaf. PP ini terbit setelah didirikannya BWI.
d. Peraturan Menteri Agam No. I tahun 1978
c. PP No.42/2006 tentang Pengelolaan Wakaf. PP ini terbit setelah didirikannya BWI.
d. Peraturan Menteri Agam No. I tahun 1978
J.
Wakaf
Tunai
Di
Indonesia, dalam memasuki milenium ketiga ini, berbagai elemen masyarakat
mencoba mensosialisasikan wakaf tunai dengan berbagai cara. Bukan saja tahap
sosialisasi ini berjalan tanpa aplikasi, malah sudah ada lembaga tertentu yang
mencoba mengaplikasikannya, dan banyak juga masyarakat yang tertarik untuk ikut
serta berkontribusi untuk itu.
Institusi yang menangani wakaf tunai bisa
berupa institusi seperti lembaga zakat yang dikelola secara profesional oleh
orang-orang yang memenuhi persyaratan, ia bisa juga dikelola oleh lembaga
seperti reksa dana dengan syarat-syarat tertentu pula atau oleh suatu institusi
yang ditetapkan oleh pemerintah yang bekerjasama dengan bank. Ia bisa berdiri
sendiri atau ia juga menjadi bagian dari institusi keuangan lain yang bisa
saling membantu untuk meningkatkan pendapatan wakaf tersebut. Agar ia dikelola
secara profesional, maka yang terbaik ia mesti berdiri sendiri, jangan
bercampur dengan lembaga keuangan lain seperti, zakat, atau langsung dibawah
bank, asuransi dll, dan yang terbaik ia dikendalikan oleh suatu lembaga yang
dibentuk oleh pemerintah dan dijalankan dengan profesional dan pemerintah
bertugas hanya sebagai pengawas terhadap badan itu.
Agar
kesalahan-kesalahan fatal jangan terjadi, maka mekanisme yang sesuai dengan
aturan waqaf secara menyeluruh perlu ada pengaturan. Diantara beberapa
alternative pengaturan misalnya uang yang dikumpul digunakan untuk membangun
harta waqaf yang sudah ada. Mungkin ada sebidang tanah yang sudah diwakafkan
terlebih dahulu, diatas tanah ini tentu lebih baik dibangun kelinik, sekolah,
atau ruko, dan sebagainya.
Seandainya
ia terletak pada posisi yang strategis, ruko bisa disewakan, sewanya
dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Atau adanya klinik, masyarakat
Islam bisa memberikan pengobatan yang murah kepada orang Islam yang
membutuhkan, atau dengan adanya sekolah, anak-anak muslim bisa dididik dengan
biaya rendah dengan kualitas prima. Atau bisa saja uang wakaf dibelikan kepada
bangunan atau apa saja yang bisa melahirkan keuntungan. Dari keuntungan
tersebut pengelola bisa mengeluarkan biaya pengelolaan, bisa membiayai
aktivitas sosial, bisa memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Harta atau uang waqaf tunai bisa juga diinvestasikan pada sektor lain
yang menguntungkan seperti obligasi syariah. Adanya jaminan bahwa uang
modal dari waqaf tidak hilang merupakan prinsip utama yang mesti dipegang.
Jadi
secara makro wakaf diharapkan mampu mempengaruhi kegiatan ekonomi
masyarakat. Orang-orang yang perlu bantuan berupa makanan, perumahan, sarana
umum seperti masjid, rumah sakit, sekolah, pasar dll, bahkan modal untuk
kepentingan pribadi dapat diberikan, bukan dalam bentuk pinjaman, tapi murni sedekah
di jalan Allah. Kondisi demikian akan memperingan beban ekonomi masyarakat.
Kalau ia bergerak secara teratur tentu akan lahir ekonomi masyarakat dengan
biaya murah.
Menurut
Syafi’i Antonio, setidaknya ada tiga filosofi dasar yang harus ditekankan ketika
hendak memberdayakan wakaf, pertama managemennya harus dalam bingkai
‘proyek yang terintegrasi’, kedua azas kesejahteraan nadzir, dan
yang ketiga azas transparansi dan accountability dimana badan
wakaf dan lembaga yang dibantunya harus melaporkan setiap tahun tentang proses
pengelolaan dana kepada umat dalam bentuk audited financial report
termasuk kewajaran dari masing-masing pos biaya.
Fatwa
MUI Tentang Wakaf Tunai :
Keputusan
Komisi Fatwa MUI tanggal 11 Mei 2002 M mengenai wakaf uang (wakaf tunai) adalah
sebagai berikut:
1. Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf
al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga
atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2.
Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3.
Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
4. Wakaf uang hanya boleh
disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar'i
5. Nilai pokok Wakaf Uang harus
dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.
Urgensi
Wakaf Tunai
Wakaf
Tunai (cash waqf ) sudah dipraktekkan sejak awal abad kedua hijriyah.
Imam az Zuhri (wafat 124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin
al hadits memfatwakan, dianjurkan wakaf dinar dan dirham untuk
pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam. Adapun caranya
adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan
keuntungannya sebagai wakaf. Adapun manfaat utama wakaf tunai adalah:
a. seseorang yang memiliki dana
terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi
tuan tanah terlebih dahulu.
b. melalui wakaf uang, aset-aset
wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan
gedung atau diolah untuk lahan pertanian.
c.
dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam.
d. umat Islam dapat lebih mandiri
dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada
anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama semakin terbatas
Sasaran Wakaf
Tunai
Adapun
sasaran wakaf tunai, para praktisi pengelola wakaf masih menjadikan pendapat
Prof. Dr. M.A Manan, pakar ekonomi Islam dari Bangladesh ini, sebagai rujukan
penting.
Pertama:
kemanfaatan bagi kesejahteraan pribadi (dunia-akhirat). Renungannya, saat lahir
seseorang miskin, mati pun kembali miskin dan semua berakhir kecuali tiga
perkara yang salah satunya amal jariyah. Maka wakaf tunai dapat menjadi sedekah
jariyah yang berperan mengantar kesejahteraan dunia-akhirat seseorang.
Kedua,
kemanfaatan bagi kesejahteraan keluarga (dunia akhirat). Ini bisa menjadi wujud
tanggungjawab sosial kita kepada orangtua, istri, anak-anak atau anggota keluarga
yang lain.
Ketiga,
pembangunan sosial. Wakaf tunai bisa membuka banyak peluang untuk membantu
masyarakat. Dari profit wakaf tunai, seseorang dapat membantu memberikan
bantuan yang berharga bagi pendirian atau pun operasionalisasi lembaga-lembaga
pendidikan maupun masjid. Wakaf tunai dapat pula membantu terlaksananya
proyek-proyek pendidikan, riset, keagamaan, kesejahteraan sosial, pengobatan
dan perawatan kesehatan bagi kaum dhuafa, dan penghapusan kemiskinan. Wakaf
tunai juga bisa dimanfaatkan untuk beasiswa pelajar/mahasiswa. Bisa
disimpulkan, kemanfaatan wakaf tunai bersifat abadi, berbeda dengan derma temporer,
wakaf tunai bisa direncanakan secara baik dan bersifat abadi sehingga banyak
kelompok masyarakat dapat emnikmati hasilnya secara terus-menerus.
Keempat,
membangun masyarakat sejahtera: jaminan sosial bagi si miskin dan jaminan keamanan
sosial bagi si kaya. Wakaf tunai dalam tahap yang makin baik, menjadi wahana
terciptanya kepedulian dan kasih sayang si kaya terhadap si miskin, sehingga
tercipta hubungan harmonis dan kerjasama yang baik. Wakaf tunai bisa diandalkan
menebar manfaat di bidang ekonomi dan sosial bagi masyarakat secara keseluruhan.
Pengelolaan
Wakaf Tunai
Prof
M.A. Mannan sebagai pakar ekonomi Islam terkemuka, melakukan terobosan baru
dalam aplikasi wakaf ini. Beliau mengembangkan apa yang disebut dengan wakaf
tunai dengan menggunakan mekanisme bank (Social Investment Bank Limited,
Bangladesh). Wacana ini sebenarnya sudah dibahas dalam literatur Hanafi dan
Maliki. Dalam dua literatur tersebut disebutkan bahwa wakaf tunai selain dapat digunakan
dalam pembiayaan pembangunan sarana dalam bentuk pinjaman, juga dapat digunakan
dalam bentuk pembiayaan mudharabah. Kontroversi yang mengemuka dalam
mekanisme wakaf tunai ini berkisar pada sah tidaknya menggunakan dana wakaf
untuk diinvestasikan, yang secara logika memiliki resiko musnah (kefitrahan
usaha yaitu untung dan rugi).
Selain
itu, dengan melakukan investasi berarti dana wakaf akan selamanya berbentuk
uang, hal ini akan menimbulkan pertanyaan tentang nilai intrinsik uang yang
pada hakikatnya tidak memiliki nilai. Berbeda dengan kasus klasik (yang
dijadikan landasan dalam implementasi wakaf tunai) yang nota bene nilai
uang terjaga akibat logam yang digunakan sebagai uang adalah logam mulia; emas
dan perak (dinar dan dirham). Jadi, wakaf tunai dengan sistem mata uang yang
ada saat ini, implementasinya memiliki resiko nilai uang tereduksi akibat
inflasi, disamping resiko pelanggaran kaidah syariat ketika mekanismenya
melalui investasi.
Secara
logika wakaf tunai dengan memutarkan dana wakaf pada aktivitas investasi, sebenarnya
aktivitas penggunaan harta wakaf terletak pada aktivitas investasi bukan pada
aktivitas pengambilan manfaat dari returns (bagi hasil) investasi
tersebut. Hal ini merujuk dari pengertian harta dalam fikih muamalah, yang
membagi harta menjadi harta umum (yang tak dapat dimiliki secara perorangan) atau
malul ashl dan harta hasil dari harta ashl (yang dapat dimiliki
secara perorangan) atau malul tsamarah. Dalam konteks wakaf yang
diinvestasikan, harta wakaf termasuk harta ashl sedangkan returns-nya
merupakan harta tsamarah.
Dengan
demikian mekanisme wakaf hakikatnya ada pada aktifitas investasi tadi yang
menggunakan harta ashl. Jadi, kalaupun disepakati mekanisme wakaf tunai
jenis ini, sepatutnya pemegang amanah harta wakaf memfokuskan pada usaha-usaha
investasi harta wakaf yang memberikan manfaat besar kepada umat. Pengelolaan
wakaf menggunakan institusi bank menerapkan semacam deposito berjangka (temporer
wakaf deposits) dalam pengelolaan wakaf tunai. Yang pertama deposito wakaf
temporer yang berbasis pinjaman, dimana uang yang disimpan oleh nasabah di bank
diikhlaskan dengan niat wakaf untuk diambil manfaatnya oleh pengguna dalam
membiayai program-program pembangunan sarana umum (awqaf properties),
tanpa ada biaya tambahan kecuali biaya administrasi yang diperbolehkan syariat.
Yang kedua deposito wakaf temporer yang berbasis investasi, ia mengkhususkan
penggunaan depositonya hanya untuk investasi sarana umum, dimana keuntungannya
adalah juga menjadi hak wakif. Keduanya tetap mensyaratkan penggunaan
dana wakaf tersebut harus pada proyek untuk kepentingan umum, seperti proyek
bangunan sekolah, jalan, jembatan, pasar dan fasilitas umumlainnya. Jadi bukan
proyek-proyek komersil, seperti pembiayaan sebuah perusahaan, kredit perorangan
dan lain sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan jenis-jenis wakaf tunai
yang dapat dilakukan:
1.
Wakaf Tunai dengan tujuan membeli awqaf properties.
2.
Wakaf Tunai dalam bentuk Pinjaman (Temporary Wakaf Deposits in Loan Basis).
3. Wakaf Tunai dalam bentuk
Investasi (Temporary Wakaf Deposits in Investment Basis).
Jadi untuk
sementara ini pada isu wakaf tunai, institusi wakaf dapat mengelola wakaf tunai
definitive (jelas niat dan tujuan penyalurannya) dan wakaf tunai mutlak.
Dengan demikian sebenarnya terdapat potensi atas alasan syar’i wakaf barang
untuk dikelola seperti mengelola wakaf tunai yang mutlak.
Misalkan atas alasan biaya pemeliharaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan
keuntungan yang didapat, sebuah gedung wakaf dapat disewakan yang hasilnya
dipergunakan sesuai dengan tujuan akad wakaf (meskipun hal ini birokrasinya
haruslah ketat, misalnya harus melalui persetujuan mahkamah). Namun sepatutnya
inovasi-inovasi dalam pemecahan masalah implementasi instrumen Islam dilakukan
kajian dan kesepakatan para fuqaha/ulama yang memiliki kredibilitas.
Contoh
Fakta Pemberdayaan Wakaf Tunai
Fakta
pun telah menunjukkan bahwa banyak lembaga yang bisa bertahan dengan memanfaatkan
dana wakaf, dan bahkan memberikan kontribusi yang signifikan. Sebagai contoh
adalah Universitas Al Azhar Mesir, PP Modern Gontor, Islamic Relief (sebuah
organisasi pengelola dana wakaf tunai yang berpusat di Inggris), dan sebagainya.
Islamic Relief mampu mengumpulkan wakaf tunai setiap tahun tidak kurang
dari 30 juta poundsterling, atau hampir Rp 600 miliar, dengan menerbitkan
sertifikat wakaf tunai senilai 890 poundsterling per lembar. Dana wakaf tunai
tersebut kemudian dikelola secara amanah dan profesional, dan disalurkan kepada
lebih dari 5 juta orang yang berada di 25 negara. Bahkan di Bosnia, wakaf tunai
yang disalurkan Islamic Relief mampu menciptakan lapangan kerja bagi
lebih dari 7.000 orang melalui program Income Generation Waqf. Tanggal
29 Juli 2004, Dompet Dhuafa Republika (DD) meresmikan sekolah SMART Ekselensia
di Parung Bogor. Ada beberapa hal menarik dari SMART yang menggabungkan SLTP
dan SLTA dalam 5 tahun ini. Pertama, siswanya yang miskin, dipilih dari 18
provinsi. Kedua, pendidikan dilangsungkan dengan cuma-cuma. Ketiga, lokasi
sekolah merupakan eks-sekolah Madania Parung. Aset sekolah ini dibeli DD
seharga Rp 6,8 miliar dengan dana wakaf. Keempat, guru-guru direkrut profesional.
Kelima, konsep dan sistem pendidikan dirancang sama baiknya dengan sekolah
unggulan lain. Keenam, DD tetap konsisten pada posisinya sebagai pengelola.
Tanggal
19 Juli 2004, lahir pula Azhari Islamic School (AIS). Hal paling menarik dari sekolah
SD AIS ini adalah niat pendiri yang hanya jadi pengelola. Sebagai komitmen
awal, beberapa pendiri telah mengalokasikan wakaf tunai sekian ratus juta
rupiah. Mereka tidak ingin mengambil keuntungan apapun. Berarti para pendiri
AIS memposisikan diri sebagai pengelola bukan pemilik. Ada dua contoh
pemanfaatan wakaf uang untuk mendukung wakaf alternatif. Pertama, Tabung Wakaf
yang dirintis oleh Dompet Dhu'afa, Jakarta. Tabung Wakaf menghimpun uang dari
masyarakat sebagai wakaf. Peruntukkannya sejauh ini diberikan untuk membiayai
pembangunan dan operasional pelayanan di dua sektor: tradisional dan
alternatif. Tradisional berupa sekolah untuk anak-anak tak mampu (wakaf
pelayanan dalam pengertian sebenarnya, bukan bisnis berkedok wakaf). Sektor
alternatif berupa Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC). Hasil wakaf uang digunakan
untuk membiayai kesinambungan pengobatan sekelompok masyarakat miskin secara
cuma-cuma. Nama-nama para wakif yang mendanai fasilitas LKC diabadikan
di prasasti yang menempel di tembok depan LKC. Contoh kedua, Gerakan Wakaf
Pohon (GWP) yang berpusat di Bandung. Sebagai wakaf alternatif GWP memiliki dua
tujuan sekaligus: pemberdayaan ekonomi komunitas petani dan pemeliharaan
lingkungan hidup. Tujuan pertama dilakukan melalui penanaman pohon jarak yang
dapat menghasilkan sumber energi biologis (bio-diesel). Kedua, melalui
penanaman pohon-pohon penghijau di tepi-tepi jalanan kota.
Salah
satu tindakan riil operasional wakaf tunai adalah sertifikat wakaf tunai yang dipelopori
oleh M.A Manan dengan Social Investment Bank. Ltd (SIBL)−nya.
Operasionalisasi Sertifikat Wakaf Tunai sebagaimana yang diterapkan oleh SIBL adalah
sebagai berikut:
1) Wakaf Tunai harus diterima
sebagai sumbangan sesuai dengan shari'ah. Bank harus mengelola Wakaf tersebut
atas nama Wakif.
2) Wakaf dilakukan dengan tanpa
batas waktu dan rekeningnya harus terbuka dengan nama yang ditentukan oleh
Wakif.
3) Wakif mempunyai kebebasan
memilih tujuan−tujuan yang diinginkan asal tidak bertentangan dengan shari'ah.
4) Wakaf Tunai selalu menerima
pendapatan dengan tingkat (rate) tertinggi yang ditawarkan oleh bank dari waktu
kewaktu.
5) Kuantitas wakaf tetap utuh dan
hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan−tujuan yang telah
ditentukan oleh wakif. Bagian keuntungan yang tidak dibelanjakan akan secara
otomatis ditambahkan pada wakaf dan profil yang diperoleh akan bertambah terus.
6) Wakif dapat meminta bank
mempergunakan keseluruan profil untuk tujuan−tujuan yang telah ia tentukan.
7) Wakif dapat memberikan wakaf
tunai untuk sekali saja, atau ia dapat juga menyatakan akan memberikan sejumlah
wakaf dengan cara melakukan deposit pertama kalinya dengan jumlah tertentu.
Deposit−deposit berikutnya juga dapat dilakukan dengan jumlah setoran pertama
atau kelipatannya.
8) Wakif dapat juga meminta
kepada bank untuk merealisasikan wakaf tunai pada jumlah tertentu untuk
dipindahkan dari rekening wakif pada SIBL.
9) Atas setiap setoran wakaf
tunai harus diberikan tanda terima dan setelah jumlah wakaf tersebut mencapai
jumlah yang ditentukan, barulah diterbitkan sertifikat.
10) Prinsip dan dasar−dasar
peraturan shari'ah wakaf tunai dapat ditinjau kaembali dan dapat berubah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam
Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif
untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah.
Prinsip-prinsip
Pengelolaan Wakaf adalah Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai
sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syariah, Wakaf dilakukan
dengan tanpa batas waktu, Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan
sebagaimana yang diperkenankan oleh Syariah, Jumlah harta wakaf tetap utuh dan
hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah
ditentukan oleh Wakif, dan Wakif dapat meminta keseluruhan keuntungannya untuk
tujuan-tujuan yang telah ia tentukan.
Di
Indonesia, dalam memasuki milenium ketiga ini, berbagai elemen masyarakat
mencoba mensosialisasikan wakaf tunai dengan berbagai cara. Bukan saja tahap
sosialisasi ini berjalan tanpa aplikasi, malah sudah ada lembaga tertentu yang mencoba
mengaplikasikannya, dan banyak juga masyarakat yang tertarik untuk ikut serta
berkontribusi untuk itu.
Menurut pandangan dari DT wakaf
sangat menarik unutk dikembangkan dan disosialisasikan kepada masyarakt
khususnya untuk wakaf yang dikelola secara produktif dan hasilnya untuk
kegiatan social.
DPU Dt memandang wakaf boleh dikata
tidak memiliki kendala, namun tantangan selalu ada karena mereka berfikir
bagaiman wakaf ini bias berkembang dan terus mengalirakn manfaat bagi ummat dan
menghasilkan pahala bagi Muwakif.
Strategi dan Rencana kedepan DPU DT dalam mengelola Wakaf
Strategi dan Rencana kedepan DPU DT dalam mengelola Wakaf
a.
Perbanyak sosialisasi dan promosi tentang wakaf
b.
Pembuatan akuntabilitas dalam kinerja lembaga
c.
Buat replikasi di Tanah wakaf tertentu yang telah ada atqau sedang dikembangkan
untuk dikloning ditempat lain
B.
Saran
dan Kritik
Dengan kerendahan hati, penulis merasa makalah ini sangat sederhana
dan jauh dari kesempurnaan,. Saran dan kritik yang konstruktif sangat
diperlukan demi kesempurnaan makalah sehingga akan lebih bermanfaat dalam
kontribusinya bagi keilmuan. Wallahu’alam.
izin copy utk bhn rujukan pembuatan makalah mengenai tanah wakaf..
BalasHapus^_^
yoi,, jangan lupa sebutin sumbernya yaa. . .
Hapusizin copy untuk tugas
BalasHapusko daftar pustakanya ga ada sih,...
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusizin copy ya^^
BalasHapusizin copas ya
BalasHapus